Thursday, February 2, 2017

TEMBANG JAWA INDENTIK KUNTILANAK

Suatu kali saya pernah lihat acara tv, semacam guyon2 gitu atau sejenisnya. Pada suatu scene saya lihat salah satu host dikerjai oleh tim dengan diperdengarkan tembang atau kidung Jawa dengan iringan gamelan, ternyata tim kreatif tahu kelemahan si host tersebut, yaitu paranoid setiap mendengar kidungan yang diiringi gamelan karena mengingatkannya akan film kuntilanak. Dan si host tersebut memang benar2 ketakutan mendengar tembang indah yang disuarakan oleh sang sinden. Hmmm... Lucu? Dilain kesempatan ada kawan yang cerita sedang pergi ke sebuah spa untuk relaksasi, disana diperdengarkan alunan tembang Jawa sebagai pelengkap relaksasi, teman saya yang tadinya pengen santai akhirnya hilang mood karena alunan tembang Jawa diiringi gamelan. Alasannya sama, seram... teringat kuntilanak. Saya berfikir ada yang salah nih, bagaimana bisa sebuah alunan nada indah yang kadang berisi nasihat2 baik dan bijak untuk kehidupan bisa berimej jadi lagu horor? Rupanya film2 dan sinema elektronik, acapkali membuat latar suara bernuansa Jawa sebagai bagian dari produksi tema horornya. Sebagai orang Jawa, saya agak prihatin dengan keadaan ini, sekaligus kesal, bagaimana bisa membangkitkan rasa cinta budaya sendiri kepada generasi penerus, bila kebanyakan film bergenre horor (yang kebetulan banyak yang suka, termasuk anak2 kecil) terus ditempeli dengan imej tembang Jawa yang merupakan warisan budaya adiluhung ini. Padahal disana ada ajaran budi pekerti baik, ajaran kepedulian, ajaran berkeTuhanan. Saya keberatan dengan label horor pada tembang Jawa ini. Hargailah budaya kita paling tidak untuk acara2 atau film yang bertema fun atau yang lebih edukatiflah. Sebaiknya penggunaan budaya Jawa adiluhung untuk film non edukatif terutama horor ditinjau kembali. (Didiet DSH, akhir Januari 2017)

Tuesday, January 17, 2017

RAMAH LINGKUNGAN

Pemandangan klasik ini sudah sering kira lihat di desa-desa seputar Malang. Suatu cara mengolah tanah yang lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia saja. Dengan cara ini maka gulma yang mengganggu tanaman utama bisa di tanggulangi dengan lebih ringan. Alat pengolah tanah tradisional ini sangat ramah lingkungan dan bahkan bisa menjaga ke "organik"an tanah yang dikelolanya. Selain itu "mesin" penggeraknya bisa kita lepaskan begitu saja untuk kembali ke rumahnya tanpa harus dikendalikan. Tanpa bahan bakar dan oli mesin yang bisa merusak unsur hara tanah, cukup rumput segar atau sisa panen padi yang bisa disimpan didekat "garasi"nya. Sisa pembakarannyapun bisa dikelola kembali menjadi bahan bakar atau langsung menjadi pupuk organik. Semoga masih bisa bertahan....(Malang, Desember 2016)


Tuesday, January 10, 2017

PEDULI LINGKUNGAN

Saat saya berjalan-jalan melintasi ladang dan sawah yang ada disekitar rumah ibu di pedesaan sana, muncul perasaan damai dan harapan baik pada negeri ini, terutama Malang dan sekitarnya. Disini masih mudah mencium aroma tanah subur, aroma batang padi dan jagung yang mengering setelah panen atau suara burung yang beterbangan disekitarnya. Gemericik air adalah suara khas area pertanian yang subur dan mudah ditemui pula disini. Sayang ada pemandangan yang agak mengganjal hati, yaitu dimana ketika saya lihat ada sampah non organik berupa botol dan sandal bekas ikut terhanyut dengan saluran irigasi yang airnya begitu terlihat bening. Saluran air di sawah ladang selain menyalurkan air ke petak-petak sawah, juga seharusnya menjadi tempat berkumpul dan berkembang biak hewan-hewan bernilai ekonomis seperti ikan, belut atau kol. Selain tak boleh ada sampah juga seharusnya bebas dari limbah pestisida atau zat-zat kimia lainnya. Tugas kita untuk ikut memelihara lahan subur ini. (Tumpang, 14 Desember 2016)


Tuesday, January 3, 2017

MASIH SAMA


Buat para perantau yang telah menjadi kaum urban, atau para penduduk di perkotaan, tentu sering menjumpai sebuah lukisan di kantor seorang teman atau sahabat yang memajang sebuah lukisan tentang pedesaan dengan suasana tentramnya. Ada padi yang menguning disawah yang membentang dengan latar belakang gunung atau pegunungan membiru. Rupanya kita memang sudah rindu dengan suasana tenang dan damai. Potret berikut adalah pemandangan yang (untungnya) masih relatif sama dengan disaat saya masih kecil dulu. Pemandangan seperti ini memberi kesan "selalu ada harapan baik" bagi saya. Semoga memang demikian adanya. (Tumpang, Desember 2016)

Sunday, January 1, 2017

LAKSANA NEGERI DI AWAN

DUSUN DIATAS KABUT TENGGER
Tidak berlebihan tentunya kalau kami menyebutnya seperti itu, karena memang demikian adanya setelah kami mencoba untuk menggilas jalanan menuju arah Timur dari kota Malang.
Tepatnya masuk wilayah Kec.Poncokusumo.
Disini ada sebuah dusun yang bernama "Jarak Ijo" dusun yang sangat terpencil dari segala keramaian, dengan penduduk asli keturunan suku Tengger.
Dusun Jarak Ijo terletak di kawasan
Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang dan merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Dusun ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor baik beroda dua maupun beroda empat dengan melewati jalan cor semen dan makadam dan sebagian sudah ada yang beraspal,
Sepanjang perjalanan menuju Dusun Jarak Ijo, akan terlihat pemandangan gunung-gunung yang sangat indah.  Lereng-lereng pegunungan tebing-tebing curam, serta lembah ngarai yang masih hijau dihiasi oleh hutan yang lebat.
Secara geografis, dusun Jarak Ijo terletak di barat daya pegunungan Bromo atau sebelah utara Gunung Semeru, dengan ketinggian 1700-1800 mdpl. Dusun ini terletak kurang lebih 10 km dari Desa Gubuklakah atau 8 km dari Coban Pelangi atau sekitar 48 km di bagian timur pusat kota Malang.  Suhu di dusun ini berkisar dari 7-15 derajat celcius, bahkan bisa mencapai 5 derajat celcius pada saat musim kemarau.
(Foto : Bramatimoer)

Thursday, December 29, 2016

TERASA BEDANYA

Suatu kenikmatan yang bila terus menerus kita alami dan selalu terulang dari waktu ke waktu, biasanya akan hilang "nilai rasa" nikmatnya. Begitu juga dengan karunia alam dan lingkungan yang baik, tak akan bisa tahu lagi rasa nikmatnya sebelum dihadapkan pada pembandingnya. Maka biasanya rasa syukur akan muncul setelah kita mau introspeksi diri dengan hal-hal yang keadaannya dibawah kita. Jadi memang anjuran untuk selalu bersyukur dengan apapun yang kita punya dan nikmati memang benar adanya. (Malang, Desember 2016)

PADI

Pada beberapa kesempatan, kita sering menjumpai tanaman padi yang selalu tergenang air pada sawah-sawah penduduk. Bahkan mungkin pada imej sebagian besar kita menganggap bahwa padi adalah tanaman air. Padahal PADI BUKAN MERUPAKAN TANAMAN AIR. Seperti cuplikan dari situs Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Kementrian Pertanian : "..Padi merupakan tanaman yang memerlukan air, tetapi bukan tanaman air. Untuk menghasilkan 1 kg gabah hanya dibutuhkan rata-rata 1.432 liter air dibandingkan 1.150 liter air untuk menghasilkan 1 kg jagung. Jadi, dalam budidaya tanaman padi tidak harus digenangi terus menerus. Sehingga air bagi pertanian dapat dikelola ketersediaannya dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan". Dibeberapa negara dan bahkan negeri kita sendiri telah diuji coba teknologi SRI (System of Rice Intensification) yang diperkenalkan pertama kali oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis. Hasilnya luar biasa bagus dengan penggunaan air yang sangat efisien, disesuaikan daerah setempat yang minim air. (Malang, 20 Desember 2016)



Monday, December 26, 2016

NEGERI PUSAKA

Sepanjang perjalanan dengan kereta api dari Jakarta ke kota Malang, mata seperti dibasuh dengan warna hijau yang menyejukkan mata. Ada harapan kemakmuran di negeri ini. Ada potensi luar biasa disini. Negeri yang dikaruniai tanah subur dan air berlimpah disebagian besar wilayah. Terlihat ada batas cakrawala, yang sebenarnya justru tak membatasi kekayaan negeri pusaka nenek moyang. Dengan hati jernih dan pikiran positif, kita akan mensyukuri keberlimpahan dari Sang Maha Pencipta. Ayo bangkit negeriku, mimpilah seindah indahnya, kemudian bangun dan raihlah sekuat-kuatnya menjadi realita. Salam cinta untuk negeri (12 Des 2016)

MARKISAH MALANG

MARKISAH DI TUMPANG
Buah markisah yang sering dijumpai di Jakarta atau kebanyakan adalah yang kecil. Nah, buat Anda yang belum tahu buah markisah yang satu ini, silakan disimak gambar-gambarnya. Mungkin genus tanaman ini masih satu kerabat dengan labu siam yang biasa kita nikmati sebagai sayur pendamping nasi. Saya temui buah markisah besar ini dirumah ibu saya di Tumpang. Dan konon rasa, bentuk buah tidak berbeda dengan buah markisah yang kecil. (Foto : Didiet DSH,14 Desember 2016)