Wednesday, September 7, 2016

PEMANDANGAN KLASIK PEDESAAN

Sebagai seorang yang dibesarkan dekat dengan lingkungan pedesaan, dengan adat kepedulian antar warganya yang kuat, serta suasana alam yang bersahabat, wajar saja ketika terpaksa harus merantau ditempat yang jauh, akan ada perasaan rindu dan kangen akan kedamaian sebuah kehidupan di masa lalu, di masa kecilnya. Seperti halnya saya dan Anda yang saat ini tinggal jauh dari kampung halaman, seperti di desa sekitaran Malang misalnya, tentu berharap kampung halaman janganlah berubah kearah yang tidak kita harapkan. Menjadi seperti kehidupan dikota-kota besar. Ada mall, ada kemacetan, suasana terburu-buru, gelisah, bising, dll. Sudah cukuplah kita mendapatkannya di tempat kita mencari nafkah saat ini, jangan lagi ada keruwetan di desa tempat kenangan manis masa kecil ini, tempat yang akan selalu kembali kita kunjungi. Momentum seperti lebaran sebenarnya merupakan saat yang tepat untuk meremind kembali pikiran kita, merefresh, menyegarkan kita. Pulang Kampung adalah tradisi yang akan terus ada, betapapun susah dan beratnya perjuangan yang harus ditempuh, seperti kodrat manusia yang akan selalu kembali kepada asalnya. Saya termasuk yang masih agak beruntung ketika pulang kampung kemarin, karena masih bisa merasakan perasaan yang sama seperti masa kecil dulu. Meski agak harus kepinggiran sedikit, namun setidaknya nuansa yang sama masih bisa didapatkan. Ada sawah-sawah yang masih membentang, ada perkebunan para petani, ada keramah tamahan sahabat dan warga sekitar tempat tinggal, ada keheningan saat malam yang hanya diiringi irama jangkrik dan serangga, masih bisa melihat matahari terbit diantara pegunungan, walau dibeberapa sisi sudah mulai tertutup bangunan rumah2 baru, masih ada air yang jernih di dekat hulu sungai....sungguh suatu pemandangan klasik yang akan selalu dirindukan. Saatnya bersyukur dan berdoa, agar yang indah dan baik ini akan tetap sama, selamanya.
(Didiet DSH)
Seorang pekerja yang tengah membawa hasil kerjanya dengan cara dipikul 


Jalannya sempat terengah-engah, karena memang medan jalannya menanjak terus, saya yang tidak membawa apa-apa saja sempat kepayahan saat berjalan didepannya

0 komentar:

Post a Comment

Silakan berkomentar non SARA dan hal-hal yang bersifat Kebencian, karena ini adalah Majalah yang bersifat Inspirasi