Tuesday, January 17, 2017

RAMAH LINGKUNGAN

Pemandangan klasik ini sudah sering kira lihat di desa-desa seputar Malang. Suatu cara mengolah tanah yang lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia saja. Dengan cara ini maka gulma yang mengganggu tanaman utama bisa di tanggulangi dengan lebih ringan. Alat pengolah tanah tradisional ini sangat ramah lingkungan dan bahkan bisa menjaga ke "organik"an tanah yang dikelolanya. Selain itu "mesin" penggeraknya bisa kita lepaskan begitu saja untuk kembali ke rumahnya tanpa harus dikendalikan. Tanpa bahan bakar dan oli mesin yang bisa merusak unsur hara tanah, cukup rumput segar atau sisa panen padi yang bisa disimpan didekat "garasi"nya. Sisa pembakarannyapun bisa dikelola kembali menjadi bahan bakar atau langsung menjadi pupuk organik. Semoga masih bisa bertahan....(Malang, Desember 2016)


Tuesday, January 10, 2017

PEDULI LINGKUNGAN

Saat saya berjalan-jalan melintasi ladang dan sawah yang ada disekitar rumah ibu di pedesaan sana, muncul perasaan damai dan harapan baik pada negeri ini, terutama Malang dan sekitarnya. Disini masih mudah mencium aroma tanah subur, aroma batang padi dan jagung yang mengering setelah panen atau suara burung yang beterbangan disekitarnya. Gemericik air adalah suara khas area pertanian yang subur dan mudah ditemui pula disini. Sayang ada pemandangan yang agak mengganjal hati, yaitu dimana ketika saya lihat ada sampah non organik berupa botol dan sandal bekas ikut terhanyut dengan saluran irigasi yang airnya begitu terlihat bening. Saluran air di sawah ladang selain menyalurkan air ke petak-petak sawah, juga seharusnya menjadi tempat berkumpul dan berkembang biak hewan-hewan bernilai ekonomis seperti ikan, belut atau kol. Selain tak boleh ada sampah juga seharusnya bebas dari limbah pestisida atau zat-zat kimia lainnya. Tugas kita untuk ikut memelihara lahan subur ini. (Tumpang, 14 Desember 2016)


Tuesday, January 3, 2017

MASIH SAMA


Buat para perantau yang telah menjadi kaum urban, atau para penduduk di perkotaan, tentu sering menjumpai sebuah lukisan di kantor seorang teman atau sahabat yang memajang sebuah lukisan tentang pedesaan dengan suasana tentramnya. Ada padi yang menguning disawah yang membentang dengan latar belakang gunung atau pegunungan membiru. Rupanya kita memang sudah rindu dengan suasana tenang dan damai. Potret berikut adalah pemandangan yang (untungnya) masih relatif sama dengan disaat saya masih kecil dulu. Pemandangan seperti ini memberi kesan "selalu ada harapan baik" bagi saya. Semoga memang demikian adanya. (Tumpang, Desember 2016)

Sunday, January 1, 2017

LAKSANA NEGERI DI AWAN

DUSUN DIATAS KABUT TENGGER
Tidak berlebihan tentunya kalau kami menyebutnya seperti itu, karena memang demikian adanya setelah kami mencoba untuk menggilas jalanan menuju arah Timur dari kota Malang.
Tepatnya masuk wilayah Kec.Poncokusumo.
Disini ada sebuah dusun yang bernama "Jarak Ijo" dusun yang sangat terpencil dari segala keramaian, dengan penduduk asli keturunan suku Tengger.
Dusun Jarak Ijo terletak di kawasan
Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang dan merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Dusun ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor baik beroda dua maupun beroda empat dengan melewati jalan cor semen dan makadam dan sebagian sudah ada yang beraspal,
Sepanjang perjalanan menuju Dusun Jarak Ijo, akan terlihat pemandangan gunung-gunung yang sangat indah.  Lereng-lereng pegunungan tebing-tebing curam, serta lembah ngarai yang masih hijau dihiasi oleh hutan yang lebat.
Secara geografis, dusun Jarak Ijo terletak di barat daya pegunungan Bromo atau sebelah utara Gunung Semeru, dengan ketinggian 1700-1800 mdpl. Dusun ini terletak kurang lebih 10 km dari Desa Gubuklakah atau 8 km dari Coban Pelangi atau sekitar 48 km di bagian timur pusat kota Malang.  Suhu di dusun ini berkisar dari 7-15 derajat celcius, bahkan bisa mencapai 5 derajat celcius pada saat musim kemarau.
(Foto : Bramatimoer)